Rabu, 14 Oktober 2015

mencapai ketahanan pangan



Tugas matakuliah DASAR-DASAR AGRONOMI                                                 Genap 2014-2015

Mencapai Ketahanan Pangan melalui Diversifikasi dan Eksplorasi Alternatif
Nama : Rozawati, Nim : 1405901010086, Program Studi : Agribisnis,
Fakultas Pertanian, Universitas Teuku Umar

ABSTRAK
Sebagai Negara yang berada diwilayah tropika Indonesia dianugrahi keanekaragaman hayati yang sangat melimpah. Didaratan maupun lautan tersedia berbagai macam jenis dan spesies yang potensial untuk dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan baik sebagai bahan baku industry maupun bahan pangan. Namun demikian, tak dapat disangkal bahwa meskipun upaya pemanfaatannya telah dilakukan namun, perkembangannya sangat lambat dan sangat jauh dari harapan. Dengan kata lain, diverfikasi pangan dapat mendukung stabilitas ketahanan pangan sehingga dapat dipandang sebagai salah satu pilar pemantapan ketahanan pangan.  Kebutuhan manusia atas pangan terus menerus meningkat dalam jumlah dan semacamnya. Apalagi dengan munculnya konsep dan diversifikasi pangan dalam rangkaian pencapaian ketahanan pangan. Oleh karena itu, tersedianya variabilitas sumber daya ginetik tanaman untuk pangan dan pertanian menjadi sangat penting. Kepentingan ini telah mendorong para peneliti khususnya pemulia tanaman untuk merakit varietas baru tanaman dengan mutu yang lebih baik dan dengan nilai nyata yang lebih tinggi.


Pada tahun 2002, the intergovernmental Panel for climate change (IPCC) memperlihatkan bukti yang kuat dari adanya pemanasan global yang berlangsung semakin cepat. Dampak yang diamati dan diproyeksikan dari perubahan iklim ini adalah sebagai reriut. Menurunnya curah hujan selama waktu-waktu krisis dalam suatu tahun dapat berakibat pada risiko kekeringan yang tinggi, ketersediaan air yang tidak pasti, dan akibatnya adalah ketidakpastian memproduksi bahan-bahan pertanian, instabilitas ekonomi, dan masyarakat yang kekurangan gizi dan kelaparan hebat, menghambat usaha pengurangan kemiskinan dan ketidakamanan pangan. Meningkatnya curah hujan selama musim hujan dalam setahun dapat mengakibatkan risiko banjir yang tinggi seperti banjir Jakarta dan beberapa tempat lainnya. Kejadian ini akan menyebabkan kecenderungan terjadinya kekeringan dan banjir serta dapat mengakibatkan berkurangnya produksi makanan serta meningkatnya kelaparan, tertundanya musim hujan dan meningkatnya temperatul melebihi 2,5ÂșC diproyeksikan secara substansial menurunkan hasil padi dan tanaman pangan penting lainnya.
Masalah dan tatangan yang dihadapi Indonesia untuk  mencapai status ketahanan pangan yang mantap, cukup berat. Rata-rata rasio cadangan pangan (beras) terhadap penggunaan baru mencapai 4,38, padahal yang diperlukan mencapai status mantap adalah 20 persen keatas. Disisi lain, angka kemiskinan juga masih cukup tinggi. Sebagai gambaran, angka kemiskinan tahun 2008 adalah sekitar 15,1 persen, dan perkiraan sementara untuk tahun 2009 adalah sekitar 14,2 persen, dan jika taka da terobosan khusus diperkirakan angka kemiskinan tahun 2015 masih akan mencapai sekitar 10,6 persen atau 26,3 juta  orang dimana 18,1 juta diantaranya adalah penduduk pedesaan. Dengan tingkat kemiskinan seperti itu, jumlah penduduk yang kurang mampu mengakses pangan masih sangat banyak. Pada tahun 2008 yang lalu, jumlah penduduk yang masih termasuk kategori sangat rawan pangan masih sekitar 25,1 juta orang (11,1 persen). Bagi Indonesia upaya yang harus ditempuh untuk memantapkan ketahanan pangan mencakup aspek kuantitatif maupun kualitatif. Pola konsumsi pangan penduduk negri ini sangat terdominasi beras, padahal kebergantungan yang berlebihan terhadap satu jenis komoditas sangatlah rawan. Dari sisi konsumsi, mengakibatkan penyempitan spectrum pilihan komoditas yang mestinya dapat dimanfaatkan untuk pangan.
“If I had only one hour to save the world, I would spend fifty-five minutes defining the problem, and only five minutes finding the solution.” ( jika saya hanya punya satu jam untuk menyelamatkan dunia, saya akan mehabiskan lima puluh lima menit mendefinisikan masalah, dan hanya lima menit mencari solusi.)

ALBER  EINSTEIN
Apabila sejak 40 tahun lalu hingga masa kini perebutan sumber daya minyak mewarnai dinamika geopolitik dunia, di masa depan pangan akan menggantikan energy sebagai pemicu gejolak politik dunia. Dengan demikian, siapapun pemimpin kita, apabila mengabaikan masalah pangan, persoalan pangan akan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu bias meledak menjadi kerusuhan social dan bahkan penggantian pemerintahan melalui mekanisme yang tidak diharapkan ole semua orang.
Di tingkat global dan nasional memproduksi pangan yang mencukupi sudah mulai dihadapkan dengan berbagai kendala besar. Kendala itu diantaranya menurunnya permukaan air tanah, laju peningkatan produksi yang mulai stagnan, perubahan iklim yang mengacaukan pola budidaya, meningkatnya serangan organisme pengganggu tanaman, deplesi cadangan fosfat sebagai bahan baku pupuk P, serta degradasi dan erosi tanah yang terjadi di hampir semua Negara di dunia. Sebagai dampaknya, stok biji-bijian dunia menurun dari 107 hari konsumsi pada sepuluh tahun lalu menjadi hanya 74 hari konsumsi pada beberapa tahun terakhir ini (LR Brown, 2012, Full Planet, Empty Plates). Harga pangan dunia meningkat 200 hingga 300 persen yang berdampak serius bagi penduduk miskin dunia yang pendapatannya 50 hingga 70 persen dibelanjakan untuk  pangan.
Dari sisi produksi juga rawan karena:
Pertumbuhan produksi pangan sangat ditentukan oleh ketersediaan air irigasi yang cukup sedangkan air irigasi semakin langka,
Laju konversi lahan sawah ke nonsawah sangat sulit dikendalikan, dan
Kemanpuan untuk melakukan peluasan lahan sawah {new construction} sangat terbatas karena biaya investasi semakin mahal, anggaran sangat terbatas, dan lahan yang secara teknis,social,ekonomi layak dijadikan sawah semakin berkurang.
Berdasarkan fakta dan kondisi tersebut,upaya pencapaian ketahanan pangan tidak bisa hanya mengandalkan upaya peningkatan produksi. Diperlukan rencana strategis untuk upaya pecapaian ketahanan pangan. Strategi yang diperlukan adalah alternative lain dari upaya peningkatan produksi yang telah dan masih terus dilakukan. Terkait dengan hambatan yang disebabkan oleh adanya anomaly cuaca dan perubahan iklim global, beberapa strategi yang disarankan adalah meningkatkan usaha penyimpanan air (water storage), efisiensi dan reprioritas penggunaan air yang ada, diversifikasi pangan dan investasi tanaman yang toleran salinitas, cekaman kelebihan dan kekurangan air.
Sebagai Negara yang berada diwilayah tropika Indonesia dianugrahi keaneka ragaman hayati yang sangat melimpah. Didaratan maupun lautan tersedia berbagai macam jenis dan spesies yang potensial untuk dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan baik sebagai bahan baku industry maupun bahan pangan. Namun demikian, tak dapat disangkal bahwa meskipun upaya pemanfaatannya telah dilakukan namun, perkembangannya sangat lambat dan sangat jauh dari harapan. Dengan kata lain, diverfikasi pangan dapat mendukung stabilitas ketahanan pangan sehingga dapat dipandang sebagai salah satu pilar pemantapan ketahanan pangan. Oleh karena itu, akselerasi diversifikasi pangan sebagaimana diamanatkan dalam perpres No. 22 Tahun 2009 harus dapat diwujudkan.
Dilihat dalam konteks ketersediaan pangan, Sumaryanto (2009) menyatakan bahwa kontribusi diversifikasi dalam peningkatan kapasitas produksi terjadi melalui :
Peningkatan luas baku lahan dan sumber daya pesisir untuk memproduksi pangan,
Perbaikan distribusi special sumber daya lahan dan air untuk memproduksi pangan, dan
Peningkatan produktivitas air untuk pangan.
Kebutuhan manusia atas pangan terus menerus meningkat dalam jumlah dan semacamnya. Apalagi dengan munculnya konsep dan diversifikasi pangan dalam rangkaian pencapaian ketahanan pangan. Oleh karena itu, tersedianya variabilitas sumber daya ginetik tanaman untuk pangan dan pertanian menjadi sangat penting. Kepentingan ini telah mendorong para peneliti khususnya pemulia tanaman untuk merakit varietas baru tanaman dengan mutu yang lebih baik dan dengan nilai nyata yang lebih tinggi.
Namun demikian, disatu pihak, petani mengembangkan varietas secara tradisional dengan jangka waktu penggunaan yang relative lebih lama, sehingga varietas yang dikembangkan selalu dilestarikan dan dirawat secara turun menurun. Dipihak lain, pemulia tanaman pangan selalu berusaha untuk mengrakit varietas baru yang lebih produktif, dalam waktu yang relative lebih singkat dengan menggunakan teknologi modern. Dalam upaya pemuliaan tanaman, tidak jarang varietas modern hasil pemuliaan akan menggeser varietas lama. Perkembanganpembuatan varietas baru ini berlangsung terus menerus, sehingga varietas modern lama akan menjadi varietas lama yang akan tergeser oleh varietas yng lebih modern, dengan akibat makin menyusutnyanya keanekaragaman sumber daya genetic
 Terkait dengan semakin menyusutnya sumber daya genetic pada koleksi yang ada, diperlukan berbagai sumber daya genetic baru baik dari dalam negeri, maupun yang tidak tersedia didalam untuk pemuliaan tanaman dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyat dan pencadangan dimasa mendatang. Salah satu bentuk pengembangan sumber daya genetic tanaman dilakukan melalui kegiatan eksplorasi, evaluasi, dokumentasi, dan selanjutnya pemanfaatan plasma nutfah. Beruntung Indonesia dianugrahi kekayaan sumber daya hayati yang melimpah. Namun, selain eksplorasi didalam negeri, Indonesia juga tetap perlu melakukan kerjasama global untuk dapat mengakses sumberdaya genetic dari Negara lain.
Sehubungan dengan program pemuliaan sebagai salah satu upaya peningkatan produksi, terkadang permulia dihadapkan pada kendala daya adaptasi tanaman tertentu yang merupakan hasil introduksi dari wilayah-wilayah subtropics sehingga sampai taraf tertentu sulit sekali meningkatkn produktivitas tanaman secara genetic, jangankan untuk melebihi bahkan untuk menyamai produktivitas diwilayah asalnya. Pada kondisi itu, sebaiknya upaya pemuliaan dialihkan ke komoditas alternative yang berasal dari wilayah tropis sendiri. Oleh karena itu, eksplorasi sumber daya genetic bertujuan tidak hanya memperluas variabilitas genetic pada spesies tertentu untuk tujuan perbaikan varietas tanaman, namun eksplorasi genetic juga dapat diartikan sebagai upaya menggali potensi tanaman tertentu baik secara agronomis maupun genetic yang selama ini terabaikan. Eksplorasi ini sangat berhubungan dengan upaya dirversifikasi pangan. Dengan semakin banyaknya informasi tentang potensi agronomis dan potensi industry berbagai tanaman yang selama ini terabaikan (neglected), usaha-usaha untuk meragamkan jenis pangan masyarakat akan lebih mudah.
Budaya mengonsumsi jenis makanan berbahan baku impor perlu diperbaiki melalui berbagai kampanye dan promosi. Jepang sebagai Negara besar dan maju pun sudah mulai berfikir untuk mengubah pola konsumsi pangannya, dengan tidak menggantungkan pangan impor (gandum dan daging) kearah konsumsi pangan berbasis sumber daya local. Oleh sebab itu, Indonesia sebagai Negara berkembang dengan penduduk yang banyak harus mulai melakukan diversifikasi pangan berbasis sumber daya local. Selain itu, pengembangan tanaman (rekayasa genetic melalui pemuliaan) akan menjadi lebih mudah karena tanaman yang dikembangkan adalah asli wilayah tropis sehingga kendala adaptasi tidak akan ditemui.
KESIMPULAN
Kondisi cuaca dan iklim yang tak menentu dapat membuat kondisi tanaman menjadi buruk, dan sangat terganggu dalam proses ketahanan pangan. Strategi yang dapat dilakukan untuk menghadapi kondisi cuaca yang tak menentu: meningkatkan usaha penyimpanan air (water storage). Efisien dan reprioritas penggunaan air yang ada diversifikasi pangan dan investasi tanaman yang toleran salinitas, cekaman kelebihan dan kekurangan air.
Diversifikasi pangan, eksplorasi dan pemuliaan tanaman untuk merakit varietas baru dapat mendukung stabilitas kebutuhan pangan sehingga dapat dipandang sebagai salah satu pilar pemantapan ketahanan pangan.
Salah satu bentuk pengembangan sumber daya genetic tanaman dilakukan melalui kegiatan eksplorasi, evaluasi, dokumentasi, dan pemanfaatan plasma nutfah. Eksplorasi genetic diartikan sebagai upaya menggali potensi tanaman tertentu baik secara agronomis maupun genetic yang selama ini terabaikan.
DAFTAR PUSTAKA
The Intergovernmental Panel for Climate Change (IPCC) 2002.
Alber Einstein.
Sumaryanto. 2009.