Tugas
matakuliah DASAR-DASAR AGRONOMI Genap 2014-2015
Mencapai
Ketahanan Pangan melalui Diversifikasi dan Eksplorasi Alternatif
Nama : Rozawati, Nim : 1405901010086, Program Studi
: Agribisnis,
Fakultas Pertanian, Universitas Teuku Umar
ABSTRAK
Sebagai Negara yang berada diwilayah tropika
Indonesia dianugrahi keanekaragaman hayati yang sangat melimpah. Didaratan
maupun lautan tersedia berbagai macam jenis dan spesies yang potensial untuk
dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan baik sebagai bahan baku industry maupun
bahan pangan. Namun demikian, tak dapat disangkal bahwa meskipun upaya
pemanfaatannya telah dilakukan namun, perkembangannya sangat lambat dan sangat
jauh dari harapan. Dengan kata lain, diverfikasi pangan dapat mendukung
stabilitas ketahanan pangan sehingga dapat dipandang sebagai salah satu pilar
pemantapan ketahanan pangan. Kebutuhan
manusia atas pangan terus menerus meningkat dalam jumlah dan semacamnya.
Apalagi dengan munculnya konsep dan diversifikasi pangan dalam rangkaian
pencapaian ketahanan pangan. Oleh karena itu, tersedianya variabilitas sumber
daya ginetik tanaman untuk pangan dan pertanian menjadi sangat penting.
Kepentingan ini telah mendorong para peneliti khususnya pemulia tanaman untuk
merakit varietas baru tanaman dengan mutu yang lebih baik dan dengan nilai
nyata yang lebih tinggi.
Pada tahun 2002, the
intergovernmental Panel for climate change (IPCC) memperlihatkan bukti yang
kuat dari adanya pemanasan global yang berlangsung semakin cepat. Dampak yang
diamati dan diproyeksikan dari perubahan iklim ini adalah sebagai reriut.
Menurunnya curah hujan selama waktu-waktu krisis dalam suatu tahun dapat
berakibat pada risiko kekeringan yang tinggi, ketersediaan air yang tidak
pasti, dan akibatnya adalah ketidakpastian memproduksi bahan-bahan pertanian,
instabilitas ekonomi, dan masyarakat yang kekurangan gizi dan kelaparan hebat,
menghambat usaha pengurangan kemiskinan dan ketidakamanan pangan. Meningkatnya
curah hujan selama musim hujan dalam setahun dapat mengakibatkan risiko banjir
yang tinggi seperti banjir Jakarta dan beberapa tempat lainnya. Kejadian ini
akan menyebabkan kecenderungan terjadinya kekeringan dan banjir serta dapat
mengakibatkan berkurangnya produksi makanan serta meningkatnya kelaparan,
tertundanya musim hujan dan meningkatnya temperatul melebihi 2,5ÂșC
diproyeksikan secara substansial menurunkan hasil padi dan tanaman pangan
penting lainnya.
Masalah dan tatangan yang dihadapi Indonesia untuk mencapai status ketahanan pangan yang mantap,
cukup berat. Rata-rata rasio cadangan pangan (beras) terhadap penggunaan baru
mencapai 4,38, padahal yang diperlukan mencapai status mantap adalah 20 persen
keatas. Disisi lain, angka kemiskinan juga masih cukup tinggi. Sebagai
gambaran, angka kemiskinan tahun 2008 adalah sekitar 15,1 persen, dan perkiraan
sementara untuk tahun 2009 adalah sekitar 14,2 persen, dan jika taka da
terobosan khusus diperkirakan angka kemiskinan tahun 2015 masih akan mencapai
sekitar 10,6 persen atau 26,3 juta orang
dimana 18,1 juta diantaranya adalah penduduk pedesaan. Dengan tingkat
kemiskinan seperti itu, jumlah penduduk yang kurang mampu mengakses pangan
masih sangat banyak. Pada tahun 2008 yang lalu, jumlah penduduk yang masih
termasuk kategori sangat rawan pangan masih sekitar 25,1 juta orang (11,1
persen). Bagi Indonesia upaya yang harus ditempuh untuk memantapkan ketahanan
pangan mencakup aspek kuantitatif maupun kualitatif. Pola konsumsi pangan
penduduk negri ini sangat terdominasi beras, padahal kebergantungan yang
berlebihan terhadap satu jenis komoditas sangatlah rawan. Dari sisi konsumsi,
mengakibatkan penyempitan spectrum pilihan komoditas yang mestinya dapat
dimanfaatkan untuk pangan.
“If I had only one hour to save the world, I would
spend fifty-five minutes defining the problem, and only five minutes finding
the solution.” ( jika saya hanya punya satu jam untuk menyelamatkan dunia, saya akan
mehabiskan lima puluh lima menit mendefinisikan masalah, dan hanya lima menit
mencari solusi.)
ALBER EINSTEIN
Apabila sejak 40 tahun lalu hingga masa kini
perebutan sumber daya minyak mewarnai dinamika geopolitik dunia, di masa depan
pangan akan menggantikan energy sebagai pemicu gejolak politik dunia. Dengan
demikian, siapapun pemimpin kita, apabila mengabaikan masalah pangan, persoalan
pangan akan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu bias meledak menjadi kerusuhan
social dan bahkan penggantian pemerintahan melalui mekanisme yang tidak
diharapkan ole semua orang.
Di tingkat global dan nasional memproduksi pangan
yang mencukupi sudah mulai dihadapkan dengan berbagai kendala besar. Kendala
itu diantaranya menurunnya permukaan air tanah, laju peningkatan produksi yang
mulai stagnan, perubahan iklim yang mengacaukan pola budidaya, meningkatnya
serangan organisme pengganggu tanaman, deplesi cadangan fosfat sebagai bahan
baku pupuk P, serta degradasi dan erosi tanah yang terjadi di hampir semua
Negara di dunia. Sebagai dampaknya, stok biji-bijian dunia menurun dari 107
hari konsumsi pada sepuluh tahun lalu menjadi hanya 74 hari konsumsi pada
beberapa tahun terakhir ini (LR Brown, 2012, Full Planet, Empty Plates). Harga
pangan dunia meningkat 200 hingga 300 persen yang berdampak serius bagi
penduduk miskin dunia yang pendapatannya 50 hingga 70 persen dibelanjakan
untuk pangan.
Dari sisi produksi juga rawan karena:
Pertumbuhan produksi pangan sangat ditentukan oleh
ketersediaan air irigasi yang cukup sedangkan air irigasi semakin langka,
Laju konversi lahan sawah ke nonsawah sangat sulit
dikendalikan, dan
Kemanpuan untuk melakukan peluasan lahan sawah {new construction} sangat terbatas
karena biaya investasi semakin mahal, anggaran sangat terbatas, dan lahan yang
secara teknis,social,ekonomi layak dijadikan sawah semakin berkurang.
Berdasarkan fakta dan kondisi tersebut,upaya
pencapaian ketahanan pangan tidak bisa hanya mengandalkan upaya peningkatan
produksi. Diperlukan rencana strategis untuk upaya pecapaian ketahanan pangan.
Strategi yang diperlukan adalah alternative lain dari upaya peningkatan
produksi yang telah dan masih terus dilakukan. Terkait dengan hambatan yang
disebabkan oleh adanya anomaly cuaca dan perubahan iklim global, beberapa
strategi yang disarankan adalah meningkatkan usaha penyimpanan air (water
storage), efisiensi dan reprioritas penggunaan air yang ada, diversifikasi
pangan dan investasi tanaman yang toleran salinitas, cekaman kelebihan dan
kekurangan air.
Sebagai Negara yang berada diwilayah tropika
Indonesia dianugrahi keaneka ragaman hayati yang sangat melimpah. Didaratan
maupun lautan tersedia berbagai macam jenis dan spesies yang potensial untuk
dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan baik sebagai bahan baku industry maupun
bahan pangan. Namun demikian, tak dapat disangkal bahwa meskipun upaya
pemanfaatannya telah dilakukan namun, perkembangannya sangat lambat dan sangat
jauh dari harapan. Dengan kata lain, diverfikasi pangan dapat mendukung
stabilitas ketahanan pangan sehingga dapat dipandang sebagai salah satu pilar
pemantapan ketahanan pangan. Oleh karena itu, akselerasi diversifikasi pangan
sebagaimana diamanatkan dalam perpres No. 22 Tahun 2009 harus dapat diwujudkan.
Dilihat dalam konteks ketersediaan pangan,
Sumaryanto (2009) menyatakan bahwa kontribusi diversifikasi dalam peningkatan
kapasitas produksi terjadi melalui :
Peningkatan luas baku lahan dan sumber daya pesisir
untuk memproduksi pangan,
Perbaikan distribusi special sumber daya lahan dan
air untuk memproduksi pangan, dan
Peningkatan produktivitas air untuk pangan.
Kebutuhan manusia atas pangan terus menerus
meningkat dalam jumlah dan semacamnya. Apalagi dengan munculnya konsep dan
diversifikasi pangan dalam rangkaian pencapaian ketahanan pangan. Oleh karena
itu, tersedianya variabilitas sumber daya ginetik tanaman untuk pangan dan
pertanian menjadi sangat penting. Kepentingan ini telah mendorong para peneliti
khususnya pemulia tanaman untuk merakit varietas baru tanaman dengan mutu yang
lebih baik dan dengan nilai nyata yang lebih tinggi.
Namun demikian, disatu pihak, petani mengembangkan
varietas secara tradisional dengan jangka waktu penggunaan yang relative lebih
lama, sehingga varietas yang dikembangkan selalu dilestarikan dan dirawat
secara turun menurun. Dipihak lain, pemulia tanaman pangan selalu berusaha
untuk mengrakit varietas baru yang lebih produktif, dalam waktu yang relative
lebih singkat dengan menggunakan teknologi modern. Dalam upaya pemuliaan
tanaman, tidak jarang varietas modern hasil pemuliaan akan menggeser varietas
lama. Perkembanganpembuatan varietas baru ini berlangsung terus menerus,
sehingga varietas modern lama akan menjadi varietas lama yang akan tergeser
oleh varietas yng lebih modern, dengan akibat makin menyusutnyanya
keanekaragaman sumber daya genetic
Terkait
dengan semakin menyusutnya sumber daya genetic pada koleksi yang ada,
diperlukan berbagai sumber daya genetic baru baik dari dalam negeri, maupun
yang tidak tersedia didalam untuk pemuliaan tanaman dalam memenuhi kebutuhan
dasar rakyat dan pencadangan dimasa mendatang. Salah satu bentuk pengembangan
sumber daya genetic tanaman dilakukan melalui kegiatan eksplorasi, evaluasi, dokumentasi,
dan selanjutnya pemanfaatan plasma nutfah. Beruntung Indonesia dianugrahi
kekayaan sumber daya hayati yang melimpah. Namun, selain eksplorasi didalam
negeri, Indonesia juga tetap perlu melakukan kerjasama global untuk dapat
mengakses sumberdaya genetic dari Negara lain.
Sehubungan dengan program pemuliaan sebagai salah
satu upaya peningkatan produksi, terkadang permulia dihadapkan pada kendala
daya adaptasi tanaman tertentu yang merupakan hasil introduksi dari wilayah-wilayah
subtropics sehingga sampai taraf tertentu sulit sekali meningkatkn
produktivitas tanaman secara genetic, jangankan untuk melebihi bahkan untuk
menyamai produktivitas diwilayah asalnya. Pada kondisi itu, sebaiknya upaya
pemuliaan dialihkan ke komoditas alternative yang berasal dari wilayah tropis
sendiri. Oleh karena itu, eksplorasi sumber daya genetic bertujuan tidak hanya
memperluas variabilitas genetic pada spesies tertentu untuk tujuan perbaikan
varietas tanaman, namun eksplorasi genetic juga dapat diartikan sebagai upaya
menggali potensi tanaman tertentu baik secara agronomis maupun genetic yang
selama ini terabaikan. Eksplorasi ini sangat berhubungan dengan upaya
dirversifikasi pangan. Dengan semakin banyaknya informasi tentang potensi
agronomis dan potensi industry berbagai tanaman yang selama ini terabaikan
(neglected), usaha-usaha untuk meragamkan jenis pangan masyarakat akan lebih
mudah.
Budaya mengonsumsi jenis makanan berbahan baku impor
perlu diperbaiki melalui berbagai kampanye dan promosi. Jepang sebagai Negara
besar dan maju pun sudah mulai berfikir untuk mengubah pola konsumsi pangannya,
dengan tidak menggantungkan pangan impor (gandum dan daging) kearah konsumsi
pangan berbasis sumber daya local. Oleh sebab itu, Indonesia sebagai Negara
berkembang dengan penduduk yang banyak harus mulai melakukan diversifikasi
pangan berbasis sumber daya local. Selain itu, pengembangan tanaman (rekayasa
genetic melalui pemuliaan) akan menjadi lebih mudah karena tanaman yang
dikembangkan adalah asli wilayah tropis sehingga kendala adaptasi tidak akan
ditemui.
KESIMPULAN
Kondisi cuaca dan iklim yang tak menentu dapat
membuat kondisi tanaman menjadi buruk, dan sangat terganggu dalam proses
ketahanan pangan. Strategi yang dapat dilakukan untuk menghadapi kondisi cuaca
yang tak menentu: meningkatkan usaha penyimpanan air (water storage). Efisien
dan reprioritas penggunaan air yang ada diversifikasi pangan dan investasi
tanaman yang toleran salinitas, cekaman kelebihan dan kekurangan air.
Diversifikasi pangan, eksplorasi dan pemuliaan
tanaman untuk merakit varietas baru dapat mendukung stabilitas kebutuhan pangan
sehingga dapat dipandang sebagai salah satu pilar pemantapan ketahanan pangan.
Salah satu bentuk pengembangan sumber daya genetic
tanaman dilakukan melalui kegiatan eksplorasi, evaluasi, dokumentasi, dan
pemanfaatan plasma nutfah. Eksplorasi genetic diartikan sebagai upaya menggali
potensi tanaman tertentu baik secara agronomis maupun genetic yang selama ini
terabaikan.
DAFTAR
PUSTAKA
The Intergovernmental Panel for Climate Change
(IPCC) 2002.
Alber Einstein.
Sumaryanto. 2009.